Sabtu, 31 Desember 2011

Chapter 1 - Sekolahku


Hai. Namaku Shinta Putri. Aku baru saja bangun dari tidurku.
     “Pagi, Bu. Makanan pagi ini apa, ya?” sapaku.
     “Pagi, Shinta. Hari ini waffle plus es krim vanilla,” kata ibu sambil tersenyum. Aku duduk di meja makan sambil mengambil piring. Kak Gio datang dan duduk disebelahku.
     “Pagi, Dik,” sapanya. Aku menyapa balik dan kembali memakan waffle enak itu. Selesai makan, aku menaruh piring di bak cuci piring lalu mengambil handuk dan segera mandi.

Selesai mandi, aku mengganti bajuku dengan seragam sekolahku yang cukup unik, dan mirip dengan seragam luar negeri. Untuk kelas 1-2, baju hari Senin adalah kemeja putih lengan pendek, dengan rok untuk perempuan atau celana untuk laki-laki, berwarna coklat kotak-kotak hitam. Untuk kelas 3-4, baju hari Senin adalah atasan kemeja putih dengan rok atau celana kotak-kotak merah hitam. untuk kelas 5-6, kemeja putih lengan panjang, dan rok atau celana putih panjang. Menurutku, pakaian gitu bikin gerah! 

“Assalamu ‘alaikum,” sapaku saat berada dipintu depan kelas, kelas 3B, sambil menaruh sepatuku di rak sepatu.
“Wa’alaikum salam,” kata murid-murid yang sudah ada dikelas. Mereka kembali mengerjakan kegiatan masing-masing kecuali Faya dan Nanna. Mereka menghampiriku.
 “Eh, Shinta! Kamu udah tau trik main bola ama basket yang bagus gak? Aku hari ini ada ekskul basket nih… besok ekskul bola.” Jelas Faya.
 “Gini nih Faya! Bola dihimpit di kedua kaki, baru kita melompat, terus bolanya di tendang-tendang dipaha. Bolanya ditendang keatas. Kalau basket, ya. Apa, ya? Oh! Itu lho, belajar lay-up, deh. Atau nyoba slam dunk! Asyik lho, slam dunk,” kataku. Aku belum pernah slam dunk, sih. Tapi, aku pingin bisa slam dunk kayak Michael Jordan! Melayang di udara, gitu. Aku menaruh tasku.

 “Eh, Shinta! Mau ikut main petak jongkok, gak?” Tanya Izan. Aku mengangguk.
 “Terakhir jongkok jaga!” teriakku. Aku dan yang lain menunjuk Nusya.
 “Nusya jaga, tuh!” kata kami semua. Nusya masih berdiri. Aku menepuk bahu Izan untuk memegang tanganku, karena kalau berdiri harus pegangan sama teman dulu. Izan memegang tanganku, lalu aku berdiri, dia juga. Aku berlari karena di kejar Nusya. Aku berjongkok. Nusya berlari mengejar yang lain.
 “Faya! Bangunkan aku, sini!” panggilku. Faya berdiri setelah memegang pundak Auli. Faya membangunkanku yang berada lumayan jauh darinya. Tiba-tiba…
“Hei! Bu Marin sudah datang!” teriak Lily dan Lila. Aku langsung berlari menuju karpet bagian belakang. Disitulah aku ditempatkan selama mengikuti pelajaran.
    
“Assalamu ‘alaikum, Anak-anak.” Sapa bu Marin.
 “Wa’alaikum salam, Bu Marin.” Jawab kami sekelas. Bayu, si anak bandel, berlari menuju papan Information.
“Hari ini, yang ikrar Shinta, Bu!” kata Bayu. Aku berjalan kedepan papan tulis.
“Siap grak! Lencang depan, grak! Tegak, grak!” kataku nyaring, sambil menarik napas dalam-dalam.
 “Assalamu ‘alaikum, warrahmatullahi wabarrakatuh.” Setelah dijawab, aku memulai ikrar. Oh ya, Ikrar adalah janji dan niat yang diucapkan atas nama Allah SWT yang diucapkan dengan cara  dipimpin oleh murid yang ditunjuk. Setiap pengucapan satu kalimat ikrar, langsung diikuti yang lain.
     “Bismillah hirrahman nirrahim. In the name of Allah, the most gracious, and the most merciful. Asyhadualla, ila haillalah (bacanya Hailauloh). I witness that there is no Lord, except Allah. Wa asyhadu anna Muhammadarasullawlah (bacanya Muhammadarosuluwloh).  And I witness, that the prophet Muhammad, is the messenger of Allah.  Roditubillah, hirrabba. I testify, that Allah is my Lord. Wabil islamidina. And I testify, that Islam is my religion. Wabimmuhamadin Nabiyau warosulla. And I testify, that Muhammad is the prophet, and the messenger of Allah. Wabil Qur’an, ni ima maw wa hakkama. And I testify, that the Holy Qur’an, is my way of life. Robbi zidni ilma. Ya Allah, please increase my knowledge. Warzuqni fahma. And please, broader my intelligence. Amin. Ya, Allah. Please answer my prayer.” Demikian aku mengakhiri ikrar. Bu Marin berterimakasih dan menyuruh kami mengambil Al-Qur’an. Kami membaca ayat yang kemarin, sampai satu ain lalu selesai.
    
Setelah selesai…
Okay, take your Math note book, then, sit down on your chair,” kata bu Marin. Aku mengambil buku tulis matematikaku, lalu duduk dikursi meja jingga, meja kelompokku.
 “Eh, kamu nonton film Asterix and Obelix tadi malem, gak?” tanyaku pada Izan, dia duduk disebelahku.
“Aku nonton, kamu nonton?” tanyanya balik. Aku menggeleng.
Be quiet please. Oke, sekarang tukarlah buku tulismu dengan teman sebelahmu. Yang mana saja.” Aku menukar buku tulisku dengan Izan. Aku lihat tulisan dibuku itu. Waw! Tulisan cakar jagung! Hehehe, maaf ya, Izan…
 Now, try to make a story question on your friend book.” Aku membuat soal cerita matematika dibuku Izan. Ah, aku bosan. Aku mencorat-coret buku tulisku (maksudnya menggambar) setelah bukuku dikembalikan Izan.
 “Ih, Shinta! Kamu bikin gambar apaan, tuh!” kata Izan.
 “Izan, be quiet, please!” kata bu Marin. Aku terkikik pelan.       
 Oh! Sorry, I forgot. Who’s want to charity?” Tanya bu Marin. Aku mengambil Rp 10.000,- di dalam tasku. Masih ada sisa Rp 5000,- masih cukup untuk janan nanti, pikirku.
 “Ayo! Amalnya baru ada Rp 10.000,- ayo, siapa mau amal lagi!” Tanya bu Marin. Akhirnya, banyak juga yang amal. Bahkan, ada yang Rp 20.000,-! Besar banget! Aku mengerjakan soal yang diberikan si Izan Fadhlik itu.
 “Eh, Izan. Aku manggil kamu Fadhlik aja, ya?” bisikku. Izan meng… eh! Fadhlik! Soal dari Fadhlik tidak susah-susah amat, sih. Cuma solving word problem aja. Percampuran antara perkalian (multiplication) dan pembagian (division). Aku mengerjakannya dengan mudah. Sepertinya, dia mengerti maksud dari soal yang kuberikan, pikirku. Soal yang kuberikan hanya pembagian.
 Finish?” Tanya bu Marin. Kami semua mengangguk.
 “Oke, sekarang…” bunyi bel istirahat kelas 3, 4, 5, dan 6, dan tanda selesainya istirahat kelas 1 dan 2 berbunyi.
 “HORE!” kata kami (lebih tepatnya sih, berteriak). Aku dan Faya berjalan ke kantin.
 “Jajanin, ya Shinta?” aku yang berjalan disebelahnya tersenyum kecut, “Ayolah, Shinta.” Aku tetap tidak menjawab, “Sekali lagi gak jawab, gak aku temenin ke kantin.” Kata Faya.
 “Iya, ah! Tapi yang Rp 1000,- ajah…” kataku. Faya mengangguk. Aku membelikan jell-o untuknya. Aku sendiri beli hamburger (itu cuma Rp 2000,-). Lalu, aku ke stand-nya bu Imah, yang jual makanan-makanan top seperti es krim.
“Bu Imah! Beli empat scoop double dutch, ya!” kataku.
 “Eh, Nak Shinta. Rp 1000,- Shinta,” kata bu Imah sambil tersenyum. Masih sisa Rp 1000,- nih. Beli apa ya?, pikirku.
 “Eh! Ada si jelek preketot!” ejek Bayu, si bandel iseng. Ingat? Aku terdiam lalu membalas.
 “Hueeeeeek! Yang ngatain, sendirinya begitu!” balasku. Aku berlalu dari kantin.

Aku berjalan menuju perpustakaan, sementara Faya balik ke kelas. Aku mencari-cari buku bagus yang bisa dipelajari buat UTS (Ujian Tengah Semester).
 “Bu Nur! Buku yang isinya tentang semua bahan pelajaran UTS ada, gak?”
 “Oh, ada sih. Coba yang ini. Mau tidak?” ada buku tebuel buanget.
 “Ada yang lebih tipis gak, Bu?” keluhku. Bu Nur mencari-cari buku lain di rak buku referensi. Lalu, bu Nur menuju tempat BT (buku katalog), dan membuka-buka buku itu. Bu Nur mencari-cari dihalaman referensi.
 “Ah, ada! Nih, coba cari di rak buku referensi paling atas itu naik tangga itu. Nama bukunya… Soal-soal, cara dan bahan ujian kelas 3 paling lengkap!” jelas bu Nur. Aku menaiki tangga dan mencari cari buku berjudul soal-soal, cara dan bahan ujian kelas 3 paling lengkap. Ya, lumayan tebel. Tapi, gak setebel buku tadi yang berjudul “Cara-cara mengerjakan soal Ulangan Umum kelas 3 dengan benar” (belajar, dong)! Ya, gak tebel-tebel banget kok.